Permen Jelly
Permen
jelly dibuat dengan menggunakan gula dan air sebagai bahan utama, serta
menggunakan pewarna, bahan cita rasa, dan bahan tambahan lainnya sebagai bahan
pembantu. Terdapat dua kelas atau golongan permen jelly, yaitu yang berkristal
atau non-kristal atau bening.
Definisi
permen jelly menurut SNI 3547.2-2008 adalah kembang gula yang memiliki tekstur
lunak, diproses dengan penambahan komponen hidrokoloid seperti agar, gum,
pektin, pati, karagenan, gelatin, dan sebagainya. Bahan tambahan tersebut
digunakan untuk mengubah tekstur agar menghasilkan produk yang kenyal. Sebelum
dikemas, permen jelly harus dicetak dan menjalani proses aging terlebih dahulu.
Bahan Baku Pembuatan Permen Jelly
Sari
Buah
Dalam
definisi oleh Dalapati et al. (2007), sari buah merupakan cairan yang diperoleh
dari pemerasan buah, baik melalui penyaringan maupun tanpa fermentasi, dan
ditujukan untuk minuman segar yang langsung dapat diminum. Sebagian besar sari
buah memiliki penampakan keruh, seperti sari buah jeruk, tomat, dan mangga,
sementara beberapa lainnya diinginkan dalam keadaan jernih, seperti sari buah
anggur dan apel. Meskipun ada sedikit perbedaan dalam pembuatan sari buah dari
setiap jenis buah, prinsip dasarnya tetap sama.
Menurut
Esti dan Sediadi (2000), terdapat dua jenis sari buah yang umum dikenal.
Pertama, cairan buah yang diperoleh dari pengepresan daging buah, kemudian
ditambahkan air dan gula pasir. Kedua, sari buah pekat atau sirup, yaitu cairan
yang dihasilkan dari pengepresan daging buah dan kemudian diproses untuk
menghasilkan konsentrasi yang lebih tinggi, baik melalui perebusan biasa maupun
dengan metode lain seperti penguapan hampa udara.
Sukrosa
Sukrosa
adalah senyawa kimia yang termasuk dalam kelompok karbohidrat. Sukrosa memiliki
ciri rasa manis, berwarna putih, bersifat anhidrat, dan dapat larut dalam air
hingga mencapai 67,7% pada suhu 20°C (w/w). Komponen utama yang digunakan dalam
industri permen adalah gula pasir (sukrosa). Sukrosa adalah disakarida yang
dapat dihidrolisis menjadi dua molekul monosakarida, yaitu glukosa dan fruktosa
(Jaconline, 2006). Sukrosa terdiri dari L-Fruktosa dan D-Glukosa. Sukrosa
memiliki rotasi dextro karena rotasi molar pada fruktosa lebih besar daripada
D-glukosa.
Dalam
pembuatan permen, sifat-sifat gula yang penting untuk diketahui adalah inversi,
titik didih, dan tingkat kelarutan. Gula memiliki beberapa fungsi dalam
pembuatan permen, antara lain sebagai pemanis, pengatur tekstur, pengawet,
penyedap rasa, substrat bagi mikroba dalam proses fermentasi, bahan pengisi,
dan pelarut (Wahyudi, 2003). Umumnya, sukrosa digunakan sebanyak 50-70% dari
berat total bahan dalam pembuatan permen.
Gula
juga digunakan sebagai bahan pengawet dalam berbagai jenis makanan, terutama
dalam pabrik-pabrik pengolahan makanan seperti selai, jeli, sari buah pekat,
manisan buah, dan lain-lain. Konsentrasi gula yang tinggi (70%) dapat
menghambat pertumbuhan mikroba, namun biasanya gula digunakan bersama dengan
teknik pengawetan lainnya. Penggunaan gula umumnya dikombinasikan dengan
keasaman yang rendah, proses pasteurisasi, penyimpanan suhu rendah,
pengeringan, pembekuan, serta penambahan bahan kimia seperti SO2 (untuk produk
tertentu), asam benzoat, dan lainnya. Kadar gula yang tinggi (minimal 40%)
dalam bahan pangan dapat mengikat air (Aw rendah), sehingga tidak dapat
digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhan. Sukrosa dengan konsentrasi 67% (v/v)
memiliki nilai Aw di bawah 0,86. Bahan pangan dengan kadar gula tinggi memiliki
Aw rendah, sehingga tidak mudah rusak oleh bakteri, tetapi rentan terhadap
pertumbuhan ragi dan jamur, yang dapat dihancurkan dengan pemanasan (Muchtadi
dan Sugiyono, 2013).
Agar-Agar
Agar-agar
adalah campuran polisakarida yang diekstraksi dari dinding sel ganggang merah
(Rhodophyta), terutama dari genus Gracilaria dan Gelidium. Agar-agar adalah
polisakarida kompleks yang terbarukan dan terdiri dari agarosa dan agaropektin.
Agar-agar memiliki potensi pemanfaatan dalam berbagai bidang pangan dan
non-pangan. Dalam bidang pangan, agar-agar banyak digunakan dalam penyusunan
media pertumbuhan mikroba, pembuatan permen, dan agar jelly. Potensi
pemanfaatan agar-agar dalam bidang non-pangan meliputi industri farmasi dan
kosmetik, seperti sebagai sumber biomassa potensial, sumber oligosakarida,
anti-bakteri, anti-kanker, dan antioksidan (Kobayashi et al., 1997).
Agar-agar
diperoleh melalui ekstraksi dari ganggang merah dan merupakan polimer rantai
lurus galaktan sulfat yang terikat dengan ikatan (1,3)-galaktosida, dengan setiap
10 molekul terikat melalui ikatan (1,4) (Winarno, 1992). Gel agar-agar memiliki
karakteristik yang rigid, rapuh, mudah dibentuk, dan memiliki titik cair
tertentu. Kekuatan gel agar-agar sangat dipengaruhi oleh tingkat keasaman (pH).
Semakin rendah pH, kekuatan gel agar-agar akan semakin lemah, dengan pH optimum
untuk pembentukan gel permen jelly adalah pH 3-3,5.
Penelitian
menyebutkan bahwa struktur agar-agar terdiri dari dua komponen utama, yaitu
agarosa dan agaropektin, dengan perbandingan yang bervariasi antara keduanya (Glicksman,1983).
Agarosa adalah rantai polimer galaktan
netral yang tidak mengandung sulfat dan bertanggung jawab atas kemampuan gelasi
agar-agar, sedangkan agaropektin adalah rantai polimer galaktan yang bersifat
anionik. Viskositas dan kemampuan gelasi agar-agar juga tergantung pada metode
produksi dan jenis rumput laut yang digunakan, serta kandungan sulfat pada
agar-agar tersebut. Menurut Winarno (1996), peningkatan kandungan sulfat akan
mengurangi kemampuan gelasi agar-agar.
Mekanisme
pembentukan gel agar-agar hingga saat ini belum diketahui dengan pasti, tetapi
diduga mirip dengan pembentukan gel karagenan. Glicksman (1983) menjelaskan
bahwa terdapat tiga tahap pembentukan gel baik untuk karagenan maupun agar-agar.
Tahap pertama terjadi ketika larutan atau sol agar-agar berada di atas titik
leleh, di mana struktur polimer membentuk gulungan acak. Tahap kedua terjadi
saat pendinginan, gulungan acak tersebut akan membentuk pilinan ganda. Pada
tahap ini, atom-atom hidrogen pada 3,6-anhidro-L-galaktosa mendorong molekul
untuk membentuk pilinan. Interaksi antara pilinan-pilinan ini menyebabkan
pembentukan gel. Tahap ketiga terjadi pada pendinginan lebih lanjut, pilinan
ganda akan beragregasi membentuk struktur tiga dimensi, sehingga gel menjadi
lebih keras.
Beberapa
faktor yang mempengaruhi pembentukan gel agar-agar meliputi suhu, konsentrasi,
pH, gula, dan ester sulfat. Gel agar-agar menunjukkan sifat reversibel terhadap
suhu, di mana pada suhu di atas titik leleh, gel akan berubah menjadi sol, dan
sebaliknya. Fase transisi dari gel ke sol atau dari sol ke gel tidak terjadi
pada suhu yang sama. Fenomena ini dikenal sebagai histeresis gel (Rees, 1969).
Asam
Sitrat
Asam
sitrat memiliki peran sebagai pemberi rasa asam dan mencegah kristalisasi gula.
Selain itu, asam sitrat juga berfungsi sebagai katalisator dalam hidrolisis
sukrosa menjadi gula invert selama penyimpanan, serta sebagai agen penjernih
dalam pembuatan gel. Keberhasilan pembuatan permen jelly tergantung pada
tingkat keasaman untuk mencapai pH yang diinginkan. Penambahan sedikit asam
sitrat dapat menurunkan nilai pH. Jumlah asam sitrat yang ditambahkan pada
permen jelly bervariasi tergantung pada bahan pembentuk gel yang digunakan.
Biasanya, penambahan asam sitrat dalam permen jelly berkisar antara 0,2-0,3%
(Koswara, 2009). Asam yang ditambahkan dalam proses pengolahan makanan memiliki
berbagai tujuan. Asam dapat berperan sebagai penambah rasa dan warna, atau
menyamarkan aftertaste yang tidak diinginkan. Sifat asam ini juga dapat
mencegah pertumbuhan mikroba dan berperan sebagai bahan pengawet. Asam memiliki
efek sinergis dengan antioksidan dalam mencegah oksidasi. Selain itu, asam
dapat memperkuat sensasi rasa lainnya. Rasa asam disebabkan oleh ion H+
(Winarno, 1992).
Rumus
kimia asam sitrat adalah C6H8O7 atau CH2(COOH)-COH(COOH)- CH2(COOH), struktur
asam ini mencerminkan nama IUPAC-nya, yaitu asam
2-hidroksi-1,2,3-propanatrikarboksilat. Keasaman asam sitrat berasal dari tiga
gugus karboksil COOH yang dapat melepaskan proton dalam larutan. Jika hal ini
terjadi, akan terbentuk ion sitrat.
Bahan
Pelapis
Permen
jelly membutuhkan bahan pelapis yang terdiri dari campuran tapioka dan tepung
gula. Bahan pelapis ini digunakan untuk mencegah permen saling menempel satu
sama lain dan juga memberikan rasa yang lebih manis. Biasanya, permen jelly
yang menggunakan gelatin dilapisi dengan pati kering untuk membentuk lapisan
luar yang tahan lama dan memberikan bentuk gel yang baik. Perbandingan
komposisi terbaik untuk bahan pelapis permen jelly adalah tapioka:tepung gula
(1:1) (Koswara, 2009).
Posting Komentar untuk "Tinjauan Pustaka Permen Jelly "